Penemu Alat Bedah Modern
Sang Penemu Puluhan Alat Bedah Modern
Menurut catatan, selama karirnya Al-Zahrawi telah menciptakan atau menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu alat bedah yg ditemukan Al-Zahrawi adalah catgut. Alat yg digunakan Al-Zahrawi dighunakan untuk menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern. Selain itu, juga menemukan forceps untuk mengangkat janin yg meninggal. Alat itu digambarkan dalam kitab Al-Tasrif.
Dalam Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggenaan ligature 9 benang pengikat luka untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas oleh Al-Zahrawi dalam kitabnya yg terkenal itu. Selain itu juga Al-Zahrawi memperkenalkan sederetan alat bedah lainnya dalam kitab Al-Tasrif.
Peralatan penting untuk bedah yg ditemukan oleh al-Zahrawi diantaranya ialah pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah (surgical spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula. Tak cuma itu, AL-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yg digunakan untuk memeriksa dalam uretra/ alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan serta alat pemeriksa telinga. Kontribusi Al-Zahrawi bagi dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia.
Di era keemasannya, peradaban Islam memiliki seorang ahli bedah yg paling top. Kontribusinya sungguh sangat besar bagi perkembangan ilmu bedah. Selain itu melahirkan penemuan metode ilmu bedah modern dan menciptakan berbagai alat bedah modern yg digunakan pada masanya untuk membedah. Tak heran dunia pun mendapuknya sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern.
Peletak dasar-dasar ilmu bedah modern itu bernama Al-Zahrawi (936M-1013M) Orang Barat mengenalinya sebagai Abulcasis Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yg sangat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya diadopsi para dokter di dunia barat. "Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yg diajarkan AL-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa, " ujar Dr Campbell dalam History of Arab Medicine.
Ahli bedah yg termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu AL-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936M di kota AL-Zahra, sebuah kota yg terletak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah kelahirannya Al-Zahra dijajah dan dihancurkan. Sosok kiprah AL-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu Muhammad bin Hazm (933M-1064M) menempatkan nya sebagai salah seorang dokter bedah terkemuka di Spanyol. Sejarah hidup alias biografinya baru muncul dalam Al-Humaydi Jadhwat al-Mutaqtabis yg baru rampung setelah enam dasawarsa kematiannya.
Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang dokter termasyhur, AL-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter istana pada era kekhalifan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan ilmuwan kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang.
Para dokter di zamannya mengakui bahwa AL-Zahrawi adalah seorang dokter yg jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. Al-Zahrawi meninggalkan sebuah harta karun yg tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa kitab Al-Tarif li man ajaz an-il-talil, yaitu sebuah ensiklopedia kedokteran yg dijadikan kitab di sekolah kedkteran yg terdiri dari 30 volume.
Dalam kitab yg diwariskannya itu Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika seperti deodorant, handlotion, pewarna rambut dll. Popularitas AL-Zahrawi sebagai dokter bedah yg handal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yg ingin belajar ilmu kedokteran di Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durrant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yg ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya Cordoba memiliki tak kurang dari 50 rumah sakit yg menawarkan pelayanan prima.
Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawipun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membanugn hubungan yg baik dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi , seorang dokter haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status soisalnya.
Dalam menjalankan praktik kedokterannya , Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tetutup dalam kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yg akurat serta kemungkinan pelayanan yg terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.
Menurut AL-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yg mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yg memiliki keahlian dan sertifikat saja yg boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di zaman modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. "Tak diragukan lagi Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah", ucap Pietro Argallata. Kitab Al-Tasrif yg ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke 12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan.
Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad ke-14M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy De Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaisesance. Hingga abad ke-16M, ahli bedah berkebangsaan Perancis Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.
Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013M - dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meski Cordoba bukan lagi kota bagi umat islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama sebuah jalan kehormatan yakni 'Calle Albucasis'. Di jalan itu tedapat rumah nomor 6 yakni rumah tempat Al-Zhrawi tinggal. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.
Menurut catatan, selama karirnya Al-Zahrawi telah menciptakan atau menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu alat bedah yg ditemukan Al-Zahrawi adalah catgut. Alat yg digunakan Al-Zahrawi dighunakan untuk menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern. Selain itu, juga menemukan forceps untuk mengangkat janin yg meninggal. Alat itu digambarkan dalam kitab Al-Tasrif.
Dalam Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggenaan ligature 9 benang pengikat luka untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas oleh Al-Zahrawi dalam kitabnya yg terkenal itu. Selain itu juga Al-Zahrawi memperkenalkan sederetan alat bedah lainnya dalam kitab Al-Tasrif.
Peralatan penting untuk bedah yg ditemukan oleh al-Zahrawi diantaranya ialah pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah (surgical spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula. Tak cuma itu, AL-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yg digunakan untuk memeriksa dalam uretra/ alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan serta alat pemeriksa telinga. Kontribusi Al-Zahrawi bagi dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia.
Di era keemasannya, peradaban Islam memiliki seorang ahli bedah yg paling top. Kontribusinya sungguh sangat besar bagi perkembangan ilmu bedah. Selain itu melahirkan penemuan metode ilmu bedah modern dan menciptakan berbagai alat bedah modern yg digunakan pada masanya untuk membedah. Tak heran dunia pun mendapuknya sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern.
Peletak dasar-dasar ilmu bedah modern itu bernama Al-Zahrawi (936M-1013M) Orang Barat mengenalinya sebagai Abulcasis Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yg sangat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya diadopsi para dokter di dunia barat. "Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yg diajarkan AL-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa, " ujar Dr Campbell dalam History of Arab Medicine.
Ahli bedah yg termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu AL-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936M di kota AL-Zahra, sebuah kota yg terletak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah kelahirannya Al-Zahra dijajah dan dihancurkan. Sosok kiprah AL-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu Muhammad bin Hazm (933M-1064M) menempatkan nya sebagai salah seorang dokter bedah terkemuka di Spanyol. Sejarah hidup alias biografinya baru muncul dalam Al-Humaydi Jadhwat al-Mutaqtabis yg baru rampung setelah enam dasawarsa kematiannya.
Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk praktik dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sebagai seorang dokter termasyhur, AL-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter istana pada era kekhalifan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan ilmuwan kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang.
Para dokter di zamannya mengakui bahwa AL-Zahrawi adalah seorang dokter yg jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. Al-Zahrawi meninggalkan sebuah harta karun yg tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa kitab Al-Tarif li man ajaz an-il-talil, yaitu sebuah ensiklopedia kedokteran yg dijadikan kitab di sekolah kedkteran yg terdiri dari 30 volume.
Dalam kitab yg diwariskannya itu Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika seperti deodorant, handlotion, pewarna rambut dll. Popularitas AL-Zahrawi sebagai dokter bedah yg handal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yg ingin belajar ilmu kedokteran di Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durrant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yg ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya Cordoba memiliki tak kurang dari 50 rumah sakit yg menawarkan pelayanan prima.
Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawipun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membanugn hubungan yg baik dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi , seorang dokter haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status soisalnya.
Dalam menjalankan praktik kedokterannya , Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tetutup dalam kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yg akurat serta kemungkinan pelayanan yg terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.
Menurut AL-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yg mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yg memiliki keahlian dan sertifikat saja yg boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di zaman modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. "Tak diragukan lagi Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah", ucap Pietro Argallata. Kitab Al-Tasrif yg ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke 12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan.
Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad ke-14M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy De Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaisesance. Hingga abad ke-16M, ahli bedah berkebangsaan Perancis Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.
No comments
Silahkan tinggalkan komentar ..