Bonggol Pisang Penyubur Padi
Tanah yg tidak subur memang tidak cocok untuk dijadikan sebagai media tanam untuk tanaman apalagi tanaman sejenis padi. Namun baru-baru ini di daerah pedesaan yg terletak di Yogyakarta itu berhasil menemukan sebuah terobosan di bidang agraria/ pertanian, yaitu pemanfaatan bonggol pisang. Bagian bonggol pisang ini dimanfaatkan untuk menetralkan tanah yang tingkat keasamannya tinggi karena terlalu banyak menyerap herbisida. Penemu teknik ini adalah Widi Sumanta, petani berusia 31 tahun yg juga sebagai mahasiswa Fakultas Pertambangan Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Widi tidak serta merta menemukan khasiat bonggol pisang. Semula, lewat pengetahuannya semasa kecil, ia memilih menaburkan bubuk gamping untuk menetralkan kadar asam. Langkah ini berhasil karena beberapa cacing yg dilepas terbukti berhasil hidup. Namun hasilnya kurang menggemberikan. Lantas 2 tahun lalu ia menemukan buku mengenai pisang. Dalam buku tersebut bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%, dan ia pun tertarik untuk memanfaatkannya. Ibu Widi pun membenarkan kalau bonggol pisang sudah memiliki khasiat sejak dulu, air dari bonggol pisang dapat dipakai untuk menyuburkan rambut, rambut saja bisa kenapa tanaman nggak bisa. Selain bonggol, jerami juga ditambahkan sebagai penyubur organik. Disamping itu pupuk organik pun tetap digunakan dengan takaran yg sama : 200kg urea, 100-150kg TSP, 100kg KCI dan 100kg Za untuk 1.000 meter persegi.
Dalam usia 15 hari, tanaman tumbuh subur dengan rumpun yg sangat anyak. Uniknya cara ini membuat padi lebih kuat dibandingkan dengan tanaman padi yg ditanam secara biasa yg akan lebih mudah dicabut. Karena rumpunnya cukup banyak maka penyiangan tidak bisa dilakkan dengan menggaruk lagi tetapi harus dilakukan dengan penyiangan menggunakan tangan. Menurut Widi asalkan tidak terkena hama dan tidak telat panen, kombinasi bonggol dan tantake akan menghasilkan kualitas beras yg lebih berisi. Sayangnya ada kelalaian yg dilakukan oleh Widi yaitu tidak pernah melakukan dokumentasi dan tidak pernah menghitung biaya yg telah dikeluarkan. Namun dari semua hal itu terobosan yg telah ditemukan oleh Widi ini patut untuk diacungi jempol.
Widi tidak serta merta menemukan khasiat bonggol pisang. Semula, lewat pengetahuannya semasa kecil, ia memilih menaburkan bubuk gamping untuk menetralkan kadar asam. Langkah ini berhasil karena beberapa cacing yg dilepas terbukti berhasil hidup. Namun hasilnya kurang menggemberikan. Lantas 2 tahun lalu ia menemukan buku mengenai pisang. Dalam buku tersebut bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%, dan ia pun tertarik untuk memanfaatkannya. Ibu Widi pun membenarkan kalau bonggol pisang sudah memiliki khasiat sejak dulu, air dari bonggol pisang dapat dipakai untuk menyuburkan rambut, rambut saja bisa kenapa tanaman nggak bisa. Selain bonggol, jerami juga ditambahkan sebagai penyubur organik. Disamping itu pupuk organik pun tetap digunakan dengan takaran yg sama : 200kg urea, 100-150kg TSP, 100kg KCI dan 100kg Za untuk 1.000 meter persegi.
Dalam usia 15 hari, tanaman tumbuh subur dengan rumpun yg sangat anyak. Uniknya cara ini membuat padi lebih kuat dibandingkan dengan tanaman padi yg ditanam secara biasa yg akan lebih mudah dicabut. Karena rumpunnya cukup banyak maka penyiangan tidak bisa dilakkan dengan menggaruk lagi tetapi harus dilakukan dengan penyiangan menggunakan tangan. Menurut Widi asalkan tidak terkena hama dan tidak telat panen, kombinasi bonggol dan tantake akan menghasilkan kualitas beras yg lebih berisi. Sayangnya ada kelalaian yg dilakukan oleh Widi yaitu tidak pernah melakukan dokumentasi dan tidak pernah menghitung biaya yg telah dikeluarkan. Namun dari semua hal itu terobosan yg telah ditemukan oleh Widi ini patut untuk diacungi jempol.
Post Comment
No comments
Silahkan tinggalkan komentar ..